Minggu, 30 April 2017

Berbahagialah dengan Pilihanmu

Tak ada lagi pelangi pada senja yang selalu kunantikan kehadirannya. Seolah-olah langit berubah menjadi gelap tanpa warna diiringi dengan hujan yang turun sangat lebat. Ya... Sama seperti hatiku yang sedang merelakan kepergianmu. Berat… Saat aku ingat, kala itu aku yang tidak ingin melepaskanmu namun kamu seperti tidak membutuhkanku lagi. Sakit… Sakit yang kurasakan saat itu, betapa tidak sanggupnya aku harus dengan cara apa aku merelakanmu pergi pada saat itu?
Namun itu dulu, ketika aku terlalu jatuh pada sesuatu hal yang aku yakini sebagai kebahagiaanku. Apa kamu ingat? Waktu dimana kamu meminta untuk menyudahi hubungan ini, dengan segala ucapanmu yang cukup menyakiti perasaanku? Kamu buat seolah-olah ini semua salahku. Apa harus dengan cara seperti ini kamu ingin meninggalkanku? Cobalah untuk jujur kepadaku dan juga kepada dirimu sendiri. Walaupun itu terasa cukup menyakitkan bagiku, namun itu sangat berarti. Setidaknya, aku sudah berusaha mempertahankan kamu dan hubungan ini dengan segala kemampuanku. Kamu bosan kan? Kamu jenuh? Aku paham, dan itu wajar. Karena manusia itu butuh perkembangan. Kalau perlahan rasa itu mulai berkurang untukku, karena aku yakin kamu telah menemukan yang lebih baik dariku. Iya… Dia, yang saat ini kau pilih menjadi kekasihmu 😊

Luka tetaplah luka, luka itu mungkin akan sembuh, namun bekas akan tetap selalu ada. Biarlah waktu dan keikhlasan hatiku  yang menjadi obat paling mujarab, karena dengan itu, perlahan aku akan melupakan dan memaafkannya. Aku tidak marah, mungkin aku hanya sedikit kecewa. Segala perjuangan yang telah kita perjuangkan selama ini sia-sia, dan berakhir dengan sebuah perpisahan. Kamu tahu kan aku benci perpisahan? Walau aku tahu disetiap pertemuan akan selalu ada perpisahan.


Lalu izinkan aku bertanya sejenak, mengapa bukan kamu yang tetap tinggal? Mengapa?
Adakah jawaban yang mampu untuk mengikhlaskan?


Kamu bilang kamu tidak tega melihat aku menangis, tapi kenapa kamu malah menjadi alasan aku meneteskan air mata? Dimana letak perasaanmu disaat aku menangis dihadapanmu memohon sebuah kesempatan yang bahkan kamu pun enggan menjawabnya. Lalu apa yang bisa kamu lakukan untuk menenangkanku? Tidak ada, bahkan kamu hanya diam terpaku melihat kearah depan dengan tatapan kosong. Entah, pada saat itu dimana letak perasaanmu. Kau berubah menjadi seseorang yang tidak kukenali. Namun, perlahan aku mulai sadar, kamu hanyalah jodoh (ku) orang yang sangat aku perjuangkan, yang sangat aku semogakan.  Sampai aku lupa, bahwa aku seharusnya berhenti. Iya, berhenti memperjuangkanmu. Harus! Karena sudah tidak ada lagi yang dapat kuperjuangkan dari hubungan ini. Memang benar aku sayang, memang benar aku berat menerima semua ini, tapi dari sikapmulah aku menemukan sebuah jawaban, bahwa kau sudah tidak menginginkan aku untuk tetap tinggal. Lalu apalah arti perasaanku yang besar untukmu kalau hanya aku yang berusaha membuatnya utuh? Karena rasa nyamanmu untuknya sudah melebihi rasa sayang yang kupunya untukmu. Aku sadar itu 😊

Mungkin Tuhan mempertemukan kita hanya untuk sekadar saling melengkapi chapter dari cerita hidup kita, bukan untuk saling bersama dan berdampingan. Semoga dengan dia, yang lebih baik hidupnya, yang lebih cantik paras dan kelakuannya dimatamu juga dimata orangtuamu, hidupmu bisa bahagia. Hidupmu bisa bahagia dengan dia yang lebih mampu membuatmu nyaman saat bersama dia. Yang tidak memalukan saat kau kenalkan dia pada teman-temanmu. Karena dengan seiring berjalannya waktu, kesendirian ini membuat aku lebih kuat menjalani setiap masalah yang ada. Move on tidak selalu harus memiliki pasangan bukan? Bagiku, move on itu ketika aku lihat orang yang sangat aku sayang dulu kini bahagia dengan perempuan pilihannya, namun pada saat itu tiba aku tidak merasakan cemburu, sakit, atau marah karena orang yang aku sayang lebih dulu bahagia dengan pilihannya. Karena itu pilhanmu, itu hakmu untuk mencari teman hidup yang lebih baik.


Terima kasih, kau telah mengajarkanku satu hal lagi. Yaitu, keikhlasan…


Keikhlasan pada diri sendiri untuk melepaskan sesuatu yang memang ditakdirkan bukan untuk kita. Kamu, akan selalu menjadi pelajaran terbaik dalam hidup. Mungkin, kamu akan menjadi bagian dari patah hati terbaikku. Dengan segala kenangan, perjuangan, dan airmata. Mungkin, hubungan ini terlalu menjadi ketidakmungkinan kita untuk bersatu, maafkanlah segala ketidaksempurnaanku saat menjadi pengisi hatimu dulu. Maaf jika selama aku bersamamu, aku hanya menjadi beban dan sumber masalah dalam hidupmu. Maafkan segala kesalahan dan kekuranganku yang tidak bisa menjaga dengan baik hubungan ini, sehingga kau lebih memilih untuk pergi. Aku rasa aku tidak perlu panjang-panjang menulis atau mengungkapkan bagaimana rasa sayangku untukmu. Cukup rasakan ketulusan ini dan berbahagialah, mantan…
Dan saat ini, aku hanya ingin mengatakan; “Aku sadar, aku hanya tempat persinggahan. Bukan rumah tempat tujuanmu untuk pulang. Jika memang benar begitu, pergilah… Cari tempat ternyamanmu dan berbahagialah dengan pasanganmu yang baru, karena sejatinya cinta tidak harus memiliki. Tidak ada yang kebetulan, semua hal terjadi karena sebuah alasan. Jika memang berjodoh, kelak pasti akan dipersatukan kembali dengan cara yang sangat menakjubkan. Namun jika tidak, cukup dijadikan sebuah pelajaran dan terima kasih telah memberikanku kesempatan untuk merasakan indahnya kasih sayang.”

Adakala dimana yang dulunya searah, kini menjadi sejarah.

Mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk aku menulis cerita tentangmu (lagi) sampai aku merasakan baik-baik saja menulis semua ini.



Selamat malam, mantan...